Jaminan Mutu

Sebagai seseorang yang tidak terlalu memilih dalam hal rasa makanan, banyaknya pilihan tempat untuk makan bukanlah suatu keharusan yang saya perhatikan saat memilih untuk tinggal di suatu tempat. Bagi saya, tidaklah masalah jika harus datang setiap hari ke suatu rumah makan untuk makan, jika memang rasa masakan di sana cocok dan tidak membuat perut jadi tidak enak selama tujuh jam kemudian.

Saat menjalani kepaniteraan klinik, saat makan siang adalah saat di mana perdebatan akan sering terjadi. Mulai dari menu makanan yang beragam, hingga tempat membeli makanan itu sendiri. Karena mengingat waktu makan yang terbatas, serta menginginkan efesiensi waktu, harus dikumpulkan beberapa menu yang bisa diperoleh dalam satu kali perjalanan saja. Atau jika memang tidak memungkinkan untuk mengirim satu orang pergi belanja keluar, biasanya yang terpilih adalah rumah makan yang menyediakan layanan antar ke tempat.

DSC04312
stase penyakit dalam — I miss you guys! 😀

Untuk layanan seperti ini, masing-masing rumah makan yang berada di sekitar rumah sakit sudah punya kurir yang mengenal rumah makan dengan baik. Karena memang bukan hanya kami para koass yang mengorder makanan tapi juga tak jarang para pegawai rumah sakit itu sendiri. Kurir yang terbaik adalah yang tahu jalan-jalan pintas dan membawa uang kembalian mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar. Serta tentu saja yang mampu untuk mengingat dengan baik semua pesanan yang sedang ia antar dan tidak salah dalam memberikannya, karena sekali lagi bukan hanya koass yang memesan. Hingga mereka sendiri dalam satu kali perjalanan, membawa dua atau tiga paket pesananan yang memungkinkan untuk tertukar jika mereka tidak hati-hati.

Terlepas dari hal di atas, tetap saja soal rasa menjadi pertimbangan utama saat memilih makanan itu. Beberapa rumah makan yang sudah memiliki ‘jaminan mutu’ pada akhirnya menjadi pelarian jika sudah malas untuk mencoba-coba tempat makan baru yang kerap menjanjikan sesuatu yang menarik namun setelah dicoba, membuat kecewa yang memakannya.

Kemampuan untuk mempertahankan rasa dan pelayanan adalah hal yang dapat membuat pelanggan untuk kembali.

Seiring berjalannya waktu menjadi seorang dokter juga memberikan pelajaran seperti itu kepada saya. Misalnya saja beberapa hari yang lalu seorang pasien kembali datang mengeluhkan kakinya. Saya ingat ia memang pernah datang sebelumnya, namun dalam kondisi yang berbeda. Saat ini kondisinya sudah lebih baik.

Yang jadi masalah adalah, saya seringnya malah tidak ingat telah memberikan obat apa, hahahaha. *banging head*

Bukan berarti saya mengatakan bahwa ia telah membaik karena obat yang telah saya berikan, namun paling tidak usaha mempertahankan mutu adalah dengan secara konsisten melakukan hal yang seharusnya sudah dilakukan.

Saya harus mengakui belum mahir melakukannya.

smile... :D
smile… 😀

Untuk beberapa kasus yang terjadi justru sebaliknya, ketika pasien datang kembali mengeluhkan tidak adanya perbaikan setelah mendapat terapi yang kita berikan, akan garuk-garuk kepalalah kita dibuatnya.

Tentu saja hal seperti ini tidak terjadi dengan pasien yang telah memiliki catatan medis yang lengkap dan tertata baik, sehingga kita bisa dengan mudah mengecek riwayat pengobatan sebelumnya. Namun pelajaran yang saya petik adalah tentang usaha mempertahankan mutu itu sendiri.

Ibarat rumah makan, saya mungkin bisa membuat menu yang enak pada hari Senin, namun sebaliknya bisa saja makanan pada hari Selasa adalah makanan yang tidak nyaman untuk dimakan.

Tentu saja tidak sampai membuat pasien memburuk kondisinya.

Ajaran pertama tentang layanan medis adalah jangan menyakiti. Apapun tindakan yang akan kita lakukan, sebisa mungkin tidak membuat pasien itu jadi merasa lebih buruk kondisinya.

Seiring waktu dan bertambahnya pengalaman, serta tentu saja keinginan untuk terus memperbaiki diri, saya rasa kita semua bisa dapat memperoleh stempel ‘jaminan mutu’ itu suatu hari nanti.

Tetap berusaha! 🙂